Selasa, 07 Desember 2010
Kritisi bangunan Publik di sekitar jalan Margonda Depok
Diposting oleh tamieblog di 09.07 0 komentar
Selasa, 18 Mei 2010
kepadatan dan kesesakan
ruangan (dalam Wrightsman & Deaux, 1981). Atau sejumlah individu yang berada di suatu
ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstradan McFarling,
1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin
padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan
dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
kepadatan dapat dibedakan menjadi
besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah.individu
tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang.
dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat
sejalan dengan bertambahnya individu.
sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang
bermukim di suatu wilayah pemukiman.
dilakukan penghuni rumah tinggallain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.
pengertian yang 'sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang. MenurutAltman(1975),HeimstradanMcFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiJiki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkankesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).
kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
a. karakteristik seting fisik
b. karakteristik seting sosial
c. karakteristik personal
d. kemampuan beradaptasi
beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena
beberapa faktor, seperti :
(a) kondisi lingkungall fisik yang tidak menyenangkan
(b) jarak antar individu (daIam arti fisik) yang terIalu dekat
(c) suatu percakapan yang tidak dikehendaki
(d) terlalu banyak mitra interaksi
(e) interaksi yang terjadi dirasa terlalu daIam atau terlalu lama
1) Maintenance Minimum, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas, akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal ini, yang dinamakan maintenance setting adalah jumlah penghuni rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4 x 3 meter bisa dipakai oleh anak-anak supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
2) Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang dilaksanakan hajatan).
3) Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian· dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
tempat. Pendekatan ini didasari oleh teori reaktansi psikologis (psychological reactance) dari Brehm (dalam Schmidt dan Keating, 1979) yang menekankan kebebasan memilih sebagai faktor pendorong penting dalam persepsi dan perilaku manusia. Ia mengatakan bahwa bila kebebasan itu terhambat, maka individu akan mengadakan suatu reaksi dengan berusaha menemukan kebebasan yang hilang tadi, yang digunakan untuk mencapai tujuannya. Menurut teori ini, bila timbul gangguan terhadap kebebasan berperilaku, maka orang akan cenderung untuk membentuk semacam sikap penolakan psikologis. Hal tersebut berhubungan dengan campur tangan sosial atau hambatan-hambatan terhadap perilaku yang berupa aktivitas-aktivitas dari orang orang di Iingkungan sekitar. Individu akan mengatasi situasi tersebut secara kognisi maupun tercetus dalam bentuk perilaku, misalnya dengan mencari Iingkungan baru atau hanya sekedar memanipulasi Iingkungan yang lama.
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu: personal, sosial, dan fisik, yang
akan dibahas satu persatu.
Faktor Personal.
pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
Seligman dan kawan-kawan (dalam Worchel dan Cooper, 1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai kontrol terhadap lingkungan di stkitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran kontrol pribadi di dalarnnya.
Suatu penelitian yang dilaku1can oleh Nasar dan Min (dalam Gifford, 1987), yang meneoba membandingkan kesesakan yang dialami oll?h orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal di asrama yang sarna di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pad a individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, dimana orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang Asia.
PeneIitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibanding wanita karena lebih menunjukkan sikap-sikap reaktif terhadap kondisi tersebut. Sikap reaktif itu tercemin dalam sikap yang lebih agresif, kompetitif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain Sementam itu Dabbs (1977) mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin tidaklah berpengaruh terhadap kesesakan, melainkan lebih dipengaruhi oleh jenis kelamin mitra yang dihadapi.
Menurut Loo (dalam Gove dan Hughes, 1983) dan Holahan (1982) gejala reaktif
terhadap kesesakan juga lebih terlihat pada individu yang usianya tebih muda dibanding yang lebih tua.
banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tctapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah :
a). Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Schiffenbauer (dalam Gifford, 1987) melaporkan bahwa penghuni asrama akan merasa lebih sesak bila terlalu ban yak menerima kunjungan orang lain. Penghuni yang menerima kunjungan lebih banyak juga merasa lebih tidak puas dengan ruangan, ternan sekamar, dan proses belajar mereka.
b). Formasi koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan sosial akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan ternan sekamar (dari satu menjadi dua orang ternan) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negatif. Keadaan negatif yang muncul berupa stres, perasaan tidak enak, dan kehilangan kontrol, yang disebabkan karen a terbentuknya koalisi di satu pihak dan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford, 1987).
c). Kualitas hubungan
Kesesakan menu rut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sarna dengan dirinya merasakurang men gal ami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d). Informasi yang tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelum dan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi ten tang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford, 1987).
berhubungan dengan faktor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah (perbandingan jumlah penghuni dan luas ruangan yang tersedia) dan suasana sekitar rumah.
a). Besamya skala lingkungan
Dalam suatu seting ada tanda-tanda fisik dan psikologis. Tanda-tanda fisik adalah kepadatan, kawasan industri, taman, jalan-jalan, dan lain-lain. Adapun tanda-tanda psikologis seperti sikap terhadap kaum urban, privasi, dan perbandingan dengan kota-kota lain. Perasaan sesak yang teijadi pada skala kecil (tempat tinggal) sebaiknya diprediksikan dengan faktor-faktorfisik dan psikologis, tetapi bila terjadi pada skala yang lebih besar akan lebih baik bila diprediksikan hanya dengan faktor psikologis. Kesimpulan tersebut diambil dari hasil penelitian mengenai pengukuran pengaruh fisik dan psikologis terhadap kesesakan. Kesesakan dipengaruhi oleh skala geografis yang digunakan untuk melihat situasi itu dan perbedaan faktor-faktor pada masing-masing skala yang menyebabkan individu menyimpulkan bahwa dirinya merasa sesak.
b). Variasi arsitektural
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Baum dan Valins (1977) ditemukan bahwa desain koridor yang panjang akan menimbulkan perilaku kompetitif, penarikan diri, rendahnya perilaku kooperatif, dan rendahnya kemampuan untuk mengontrol interaksi. McCartey dan Saegert (dalam Gifford, 1987) menemukan bahwa bila dibandingkan dengan bangunan horisontal, kehidupan di bangunan vertikal dapat menyebabkan perasaan sesak yang lebih besar dan menimbulkan sikap-sikap-negatif seperti kurangnya kemampuan untuk mengontrol, rendahnya rasa aman, merasakesulitan dalam mencapai privasi, rendahnya kepuasan terhadap bangunan yang ada, dan hubungan yang tidak erat di antara sesama penghuni.
Diposting oleh tamieblog di 09.57 0 komentar
Sabtu, 10 April 2010
Perilaku Dalam Arsitektur
Naluri manusia untuk selalu hidup dan berhubungan dengan orang lain disebut “gregariousness” dan oleh karena itu manusia disebut mahluk sosial. Dengan adanya naluri ini, manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kehidupannya dan memberi makna kepada kehidupannya, sehingga timbul apa yang kita kenal sebagai kebudayaan yaitu sistem terintegrasi dari perilaku manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian manusia dikenal sebagai mahluk yang berbudaya karena berfungsi sebagai pembentuk kebudayaan, sekaligus apat berperan karena didorong oleh hasrat atau keinginan yang ada dalam diri manusia yaitu :
1. Menyatu dengan manusia lain yang berbeda disekelilingnya
2. Menyatu dengan suasana dalam sekelilingnya
Manusia itu pada hakekatnya adalah mahluk sosial, tidak dapat hidup menyendiri. Ia merupakan “Soon Politikon” , manusia itu merupakan mahluk yang hidup bergaul, berinteraksi. Perkembangan dari kondisi ini menimbulkan kesatuan-kesatuan manusia, kelompok-kelompok sosial yang berupa keluarga, dan masyarakat. Maka terjadilah suatu sistem yang dikenal sebagai sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial yang mengatur kehidupan mereka, memenuhi kebutuhan hidupnya.
MANUSIA SEBAGAI MAHLUK INDIVIDU
Individu berasal dari kata latin “individuum” artinya yang tidak terbagi, maka kata individu merupakan sebutan yang dapat digunakan untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan. Dalam pandangan psikologi sosial, manusia itu disebut individu bila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, meliankan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Dalam perkembangannya setiap individu mengalami dan dibebankan berbagai peranan, yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup dengan sesame manusia. Seringakli pula terdapat konflik dalam diri individu, karena tingkah laku yang khas dirinya bertentangan dengan peranan yang dituntut masyarakatnya. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri atau memerankan diri sebagai individu dan sebagai warga bagian masyarakatnya memberikan konotasi “maang” dalam arti sosial. Artinya individu tersebut telah dapat menemukan kepribadiannya atau dengan kata lain proses aktualisasi dirinya sebagai bagian dari lingkungannya telah terbentuk.
Pertumbuhan Individu
Perkembangan manusia yang wajar dan normal harus melalui proses pertumbuhan dan perkembangan lahir batin. Dalam arti bahwa individu atau pribadi manusia merupakan keseluruhan jiwa raga yang mempunyai cirri-ciri khas tersendiri. Walaupun terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli, namun diakui bahwa pertumbuhan adalah suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih maju, lebih dewasa. Menurut para ahli yang menganut aliran asosiasi berpendapat, bahwa pertumbuhan pada dasarnya adalah proses asosiasi. Pada proses asosiasi yang primer adalah bagian-bagian. Bagian-bagian yang ada lebih dahulu, sedangkan keseluruhan ada pada kemudian. Bagian-bagian ini terikat satu sama lain menjadi keseluruhan asosiasi. Dapat dirumuskan suatu pengertian tentang proses asosiasi yaitu terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh timbal balik dari pengalaman atau empiri luar melalui pancaindera yang menimbulkan sensations maupun pengalaman dalam mengenal keadaan batin sendiri yang menimbulkan sensation.
Menurut aliran psikologi gestalt pertmbuhan adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi yang pokok adalah keseluruhan sedang bagian-bagian hanya mempunyai arti sebagai bagian dari keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Jadi menurut proses ini keselurhan yang lebih dahulu ada, baru kemudian menyusul bagian-bagiannya. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ini adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal suatu yang semula mengenal sesuatu secara keseluruhan baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada. Konsep aliran sosiologi tentang pertumbuhan menganggap pertumbuhan itu adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat mula-mula yang asosial atau juga sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan:
1. Pendirian Nativistik. Menurut para ahli dari golongan ini berpendapat bahwa pertumbuhan itu semata-mata ditentukan oleh factor-faktor yang dibawa sejak lahir
2. Pendirian Empiristik dan environmentalistik. Pendirian ini berlawanan dengan pendapat nativistik, mereka menganggap bahwa pertumbuhan individu semata-nmata tergantung pada lingkungan sedang dasar tidak berperan sama sekali.
3. Pendirian konvergensi dan interaksionisme. Aliran ini berpendapat bahwa interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan pertumbuhan individu.
Dilihat pada Makna dan Nilai Privasi
Privasi dan Kontrol atas Informasi
privasi berfokus pada kontrol atas informasi tentang diri yang dipertahankan oleh Warren dan Brandeis dan oleh William Prosser juga didukung oleh komentator yang lebih baru termasuk Fried (1970) dan Induk (1983). Selain itu, Alan Westin menggambarkan privasi sebagai kemampuan untuk menentukan untuk diri kita sendiri kapan, bagaimana, dan sejauh mana informasi tentang kami dikomunikasikan kepada orang lain (Westin, 1967). Dia mendefinisikan privasi sebagai kondisi tidak memiliki didokumentasikan informasi pribadi diketahui atau dimiliki oleh orang lain. Orang tua menekankan bahwa ia mendefinisikan kondisi privasi, sebagai nilai moral bagi orang-orang yang hadiah individualitas dan kebebasan, dan bukan atau hukum hak moral untuk privasi. Informasi pribadi ditandai oleh Induk faktual (selain itu akan ditutupi oleh pencemaran nama baik, fitnah atau pencemaran nama baik), dan ini adalah fakta bahwa kebanyakan orang memilih untuk tidak mengungkapkan tentang diri mereka sendiri, seperti fakta tentang kesehatan, gaji, berat, orientasi seksual, dll , Personal. informasi didokumentasikan, Orang Tua pada tampilan, hanya ketika itu adalah milik publik catatan, yaitu, di koran pengadilan catatan, atau dokumen publik lainnya. Jadi, setelah informasi menjadi bagian dari catatan publik, tidak ada invasi privasi dalam rilis masa depan informasi, bahkan bertahun-tahun kemudian atau ke khalayak luas, juga tidak mengintip atau pengawasan mengganggu privasi jika ada informasi diperoleh didokumentasikan.
Privasi dan Martabat Manusia
"kepribadian terhormat" adalah nilai sosial yang dilindungi oleh privasi. Ini mendefinisikan's esensi satu sebagai manusia dan martabat termasuk individu dan integritas, otonomi pribadi dan kemandirian. Menghormati nilai-nilai ini adalah apa dasar dan menyatukan konsep privasi. Membahas masing-masing empat Prosser jenis hak privasi pada gilirannya, Bloustein membela pandangan bahwa setiap hak-hak privasi sangat penting karena melindungi terhadap penyusupan merendahkan kepribadian dan melawan affronts untuk martabat manusia. Dengan menggunakan analisis ini, secara eksplisit link Bloustein hak privasi dalam hukum gugatan dijelaskan oleh Prosser dengan perlindungan privasi di bawah Amandemen Keempat. Dia mendesak bahwa kedua meninggalkan terbuka individu untuk diawasi dengan cara yang daun's otonomi satu dan rasa diri sebagai orang yang rentan, melanggar martabat manusia satu dan kepribadian moral. Benang konseptual umum yang menghubungkan berbagai kasus privasi melarang penyebaran informasi rahasia, menguping, pengawasan, dan penyadapan, untuk beberapa nama, adalah nilai perlindungan terhadap cedera pada kebebasan individu dan martabat manusia privasi. Invasi paling baik dipahami, dalam jumlah, sebagai penghinaan terhadap martabat manusia.
Privasi dan Keintiman
Privasi sangat penting bagi hubungan dan ini membantu menjelaskan mengapa ancaman terhadap privasi adalah sebuah ancaman bagi integritas kita sebagai orang. Dengan karakteristik privasi sebagai konteks yang diperlukan untuk cinta, persahabatan dan kepercayaan, goreng adalah mendasarkan laporannya pada konsepsi moral bagi manusia dan kepribadian mereka, pada gagasan Kantian orang dengan hak-hak dasar dan kebutuhan untuk mendefinisikan dan mengejar sendiri nilai-nilai yang satu gratis dari tubrukan orang lain. Privasi memungkinkan seseorang kebebasan untuk mendefinisikan's hubungan satu dengan yang lain dan untuk menentukan diri sendiri.Dengan cara ini, privasi juga berhubungan erat dengan rasa hormat dan harga diri. Keintiman tanpa gangguan atau pengamatan diperlukan bagi kita untuk memiliki pengalaman dengan spontanitas dan tanpa malu. Inness berpendapat bahwa keintiman didasarkan bukan pada perilaku, tetapi pada motivasi. Inness berpendapat bahwa informasi intim atau kegiatan yang menarik makna dari cinta, menyukai, atau perawatan. Hal ini privasi yang melindungi kemampuan seseorang untuk menyimpan informasi intim dan aktivitas sehingga seseorang dapat memenuhi kebutuhan salah satu mencintai dan peduli.
Privasi dan Hubungan Sosial
Rachel (1975) mengakui tidak ada jawaban tunggal untuk pertanyaan mengapa privasi adalah penting bagi kami, karena dapat diperlukan untuk melindungi's aktiva satu atau kepentingan, atau untuk melindungi salah satu dari malu, atau untuk melindungi satu terhadap konsekuensi buruk dari kebocoran informasi , untuk nama hanya beberapa. Namun demikian, ia secara eksplisit mengkritik pandangan reduksionis's Thomson, dan mendesak privasi yang merupakan hak khusus. Dia pada dasarnya membela pandangan bahwa privasi diperlukan untuk mempertahankan berbagai hubungan sosial, tidak intim yang adil.
TERITORIAL MANUSIA
"Fungsi Teritorial" mengacu pada sistem saling terkait dari sentimen, kognisi, dan perilaku yang sangat-tempat tertentu, dan sosial dan budaya ditentukan dan mempertahankan. Wilayah Manusia Berfungsi: Sebuah Evolusi, Perspektif empiris dan Kelompok Kecil Perorangan kognisi Teritorial, Perilaku, dan Konsekuensi (Lingkungan dan Perilaku). setiap pribadi manusia pasti memiliki daerah teritorial masing-masing. semua itu tergantung dari sudut pandang dan bagaimana perilaku orang itu sendiri.dan setiap orang pasti memiliki batasan-batasan teritorial masing-masing.
jawabannya ada di diri masing-masing....
seneng atao ngak...
Diposting oleh tamieblog di 08.06 0 komentar
Sabtu, 27 Maret 2010
Perilaku orang di plasa dan ruang publik
banyak orang yang senang hidup di kota-kota besar seperti Jakarta karena mereka menganggap Jakarta merupakan wadah yang menyenangkan untuk melakukan berbagai aktifitas. gaya hidup yang modern dan super sibuk mungkin terlihat jelas disini....
tapi inget ga semua orang juga suka akan kesibukan yang selau gitu-gitu aja. sibuk sich boleh sibuk tapi inget waktu...
kalo sekali-sekali jalan-jalan ke mall tempat-tempat wisata dan duduk-duduk di halaman taman dan pinggir danau sambil foto-foto kayanya seru juga ^^
Ngomong-ngomong ruang Publik Kota
Ruang publik kota adalah ruang yang memuat begitu beragam interaksi. Interaksi itu sarat akan makna, karena proses jalinan yang menyatukan unsur ruang dan me-ruang dalam dimensi titip pijak hidup manusia. Hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri untuk mengamati ruang publik kota. Daya tarik itulah yang perlu dikembangkan sedemikian rupa, agar menjadi ekspresi dan refleksi atas potret kiritis kehidupan ruang publik kota.
Apa yang perlu diperhatikan agar ekspresi dan refleksi kritis tersebut berdaya artistik dan penuh makna? Mungkin, perlu dipikirkan apa yang menjadi pendekatan ketika mengamati ruang publik kota ini. Pendekatan ini perlu mencapai ranah gagasan hermenutik yang merangkai secara karasteristik simbolik sebuah konsep ruang hidup manusia.
Kota yang ramah bagi semua
Dalam menciptakan kota yang ramah bagi semua, ada dua aspekyang sangat terkait erat yaitu mobilitas dan aksesibilitas. Mobilitas dan aksesibilitas yang baik sangat mempengaruhi aktivitas masyarakatnya. Aspek mobilitas pada dasarnya adalah pemberian kesempatan pada setiap orang untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, yang diterjemahkan melalui transportasi yang aksesibel. Dalam empat prinsip aksesibilitas, mobilitas ini menempati urutan pertama sebagai penjamin adanya kesempatan bagi seseorang untuk mencapai satu tempat tertentu dalam satu lingkungan atau kota.
Yang pertama adalah penciptaan jalur pedestrian yang aman dan nyaman bagi semua orang. Untuk masyarakat yang memiliki kemampuan berbeda, jalur pedestrian dilengkapi dengan jalur pengarah (guiding block) dan peringatan (warning block), didesain sebagai sebuah jalur yang lebar dengan permukaan yang datar serta digunakannya curb ramp pada perbedaan-perbedaan ketinggian. Bahkan untuk penyeberangan, lampu lalu lintas dilengkapi juga dengan sinyal suara, atau jika harus melalui jembatan penyebrangan maka tersedia ramp yang nyaman untuk digunakan untuk naik dan turun. Yang kedua adalah fasilitas sistem transportasi yang dapat digunakan semua orang. Terutama untuk stasiun kereta api maupun subway, implementasi aksesibilitas tidak saja diterapkan pada stasiun-stasiun baru tetapi juga stasiun-stasiun lama dengan melakukan penambahan-penambahan alat.
Aspek aksesibilitas diterjemahkan sebagai penciptaan lingkungan yang aksesibel -dimana lingkungan wajib memberikan hak yang sama bagi setiap orang untuk masuk ke dalam bangunan atau lingkungan tersebut (prinsip kedua aksesibilitas) serta menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada di dalamnya (prinsip ketiga). Dalam hampir semua fasilitas publik seperti bangunan pemerintahan, perkantoran, pusat perbelanjaan dan plaza atau ruang terbuka yang ada di Jakarta, paling tidak prinsip kedua dan ketiga aksesibilitas tersebut dimunculkan dalam bentuk pemasangan ubin pengarah, denah timbul, meja informasi dan telepon umum yang mudah dicapai dan digunakan, transportasi vertikal yang aksesibel-dalam bentuk ramp maupuan lift -hingga furnitur-furnitur yang memberikan kemungkinan untuk digunakan oleh banyak orang dengan kemapuan yang berbeda-beda.
Kedua aspek mobilitas dan aksesibilitas ini disempurnakan dengan prinsip keempat aksesibilitas yang melindungsi perasaan masyarakat difabel untuk tidak menjadi objek belas kasihan. Prinsip keempat ini diwujudkan melalui kesadaran masyarakat, stakeholder maupun pemerintah untuk selalu mengimplementasikan elemen-elemen aksesibel dalam setiap fasilitas publik. Empat prinsip yang sebenarnya telah dicantumkan dalam KEPMEN PU No.468/KPTS/1998 diharapkan mampu membawa Indonesia ke dalam kondisi yang lebih adil bagi semua orang.
Untuk tempat yang satu ini....yang satu ini dimulai dari kebiasaan orang-orang yang suka jalan-jalan sambil ngobrol... liat ajah mereka punya kesibukan masing-masing kan, dari yang usaha jualan di pinggir jalan, nyuapin anaknya makan dan ada juga yang jalan sendirian dengan tujuan siapa tau ajah dapet kenalan.. hehehe (dasar mas2)..mungkin kebiasaan kaya gini sering kita temuin di perumahan-perumahan yang di dalemnya ada kolam-kolaman kaya gini....area main bersamalah gitu pokoknya...
hal lain seperti ini
itu bukan kreatifitas.... apa lagi kalau coret-coretnya di jalan kaya gini udah ngerusak lingkungan yang ada bukanya di jaga malah nambah ngotor-ngotorin ajah... gmn karyanya mau di hargain orang lain???... cari tempat yang lebih pantes itu baru bener... OK..
contohnya kaya yang satu ini warga yang taat aturan...
nyebrang ya di zebra crozz
kalau semua orang sadar akan hal kecil kaya gini pasti Jakarta bakal jadi kota yang tertib rapih dan santun.
Sebagai contoh di spanyol
Penataan Jalur Transportasi Umum dan Ruang Publik di Tengah Kepadatan Kota
Gambar diataas adalah renovasi jalur transportasi umum (tramway) dan ruang publik di Kota Séville Spanyol.
Foto sebelah kiri adalah keadaan sebuah sudut lingkungan kota (avenue) sebelum direnovasi, jarak antar bangunan yang kelihatan sempit, sumpek dan kusam. Sebelumnya antar bangunan ini adalah jalan raya bagi kendaraan bermotor dan trotoar.
Namun setelah dilakukan renovasi dan penataan ruang kotanya (Foto sebelah kanan) menjadi jalur transportasi umum (salah satunya jalur Tramway) yang ramah lingkungan dan ditambah dengan penataan ruang publik yang luas dan nyaman seperti taman kota, halte, penghijuan, jalur sepeda, jalur bagi penyandang cacat, trotoar yang lebar dan bersih, dsb. Akhirnya setiap sudut sudut kota di Séville dan kota kota lain pada umumnya di kawasan Eropa menjadi sebuah areal yang sangat menyejukkan dan menyenangkan bagi warga dan pengunjung kotanya.
Semoga saja keaadan seperti ini, Kota yang sejuk, nyaman, bersih, tertib, rapi dan menyenangkan bagi warga dan pengunjung kota kota yang ada di Indonesia bisa terwujud pula.
Kuncinya cuma terletak pada KEMAUAN, KESADARAN DAN KEBERSAMAAN yang TINGGI antara Pemerintah Kota, Pengusaha dan Masyarakat. Untuk mau berubah ke kehidupan yang positif, berpikiran inovatif, berwawasan kedepan, saling menghargai antar sesama, menjaga kelestarian lingkungan hidup, menjunjung tinggi penegakkan hukum serta anti KKN (MENTAL). Masalah DANA dan TEKHNOLOGI itu adalah yang KESEKIAN.
Kembali lagi ke Kota kita...
liat rame kan yang duduk-duduk di depan mall kaya gini...
mungkin kesadaran mereka yang kurang mengerti akan tata tertib atau salah si pembuat bangunan ini yah? kenapa di luar ga di kasih tempat duduk?..
tergantung ANDA yang menilai...
Nah kalau kaya gini kan enak diliatnya... badut-badut yang berdiri di situ cuman buat orang foto dong koq... dia bukan patung loch...
Jakarta lebih tertib...... itu yang selalu di impi-impikan...
dan biarkan anak-anak bermain di lingkungannya...
biarkan mereka bebas tanpa harus pusing memikirkan kesibukan kota yang semakin padat........
(enak yah jadi anak kecil) (^_^)
Diposting oleh tamieblog di 08.32 0 komentar
Tentang tugas-tugas yang naujubilah banyaknya
pokonya lo gabakal ngerasain gmn sensasi sebenernya sebelum di coba...hahaha
yang penting jangan lupa solat, makan, jalan-jalan, tidur dan belanjaaaaaa,,, ^^
Diposting oleh tamieblog di 08.21 0 komentar