BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 18 Mei 2010

kepadatan dan kesesakan

Pengertian kepadatan

Menurut Sundstrom, kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit
ruangan (dalam Wrightsman & Deaux, 1981). Atau sejumlah individu yang berada di suatu
ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstradan McFarling,
1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin
padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan
dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
kepadatan dapat dibedakan menjadi
kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila
besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan jumlah.individu
tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang.
kepadatan sosial (social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi
dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat
sejalan dengan bertambahnya individu.
kepadatan dalam (inside density) yaitu sejumlah individu yang berada dalam suatu ruang atau temp at tinggal seperti kepadatan di dalam rumah, kamar
kepadatan luar (outside density) yaitu
sejumlah individu yang berada pada suatu wilayah tertentu, seperti jumlah penduduk yang
bermukim di suatu wilayah pemukiman.

Rumah dan lingkungan pemukiman akan memberi pengaruh psikologis pada individu yang menempatinya. Taylor (dalam Gifford. 1982) berpendapat bahwa Iingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang penting dalam mempengaruhi sikap. perilaku dan keadaan internal individu di suatu tempat tinggal. Rumah dan lingkungan pemukiman yang memiliki situasi dan kondisi yang baik dan nyaman seperti memiliki ruang yang cUkup untuk kegiatan pribadi akan memberikan kepuasan psikis pada individu yang menempatinya. Schorr (dalam Ittelson, 1974) mempercayai bahwa macam dan kualitas pemukiman dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi diri penghuninya, stres dan kesehatan fisik, sehingga kondisi pemukiman ini tampaknya berpengaruh pada perilaku dan sikap-sikap orang yang tinggal di sana (lttelson, 1974).
Kepadatan tinggi merupakan stresor lingkungan yang dapat menimbulkan kesesakan bagi individu yang berada di dalamnya . Stresor lingkungan, menurut Stokols (dalarn Brigham, 1991), merupakan salah satu aspek lingkungan yang dapat menyebabkan stres, penyakit, atau akibat-akibat negatif pada perilaku masyarakat.

Menurut Jain (1987) banyaknya unitrumah tinggal di kawasan pemukiman menyebabkan timbulnya pemukiman padat yang umumnya menyebabkan perbandingan an tara luas lantai yang didiami tidak sebanding dengan banyaknya penghuni. Jarak antar rumah tinggal dengan rumah tinggal lain yang berdekatan bahkan hanya dipisahkan oleh dinding rumah atau sekat dan tidak jarang mengakibatkan penghuni dapat mendengar dan mengetahui kegiatan yang
dilakukan penghuni rumah tinggallain. Keadaan inilah yang dapat menyebabkan individu merasa sesak.

 berikut merupakan contoh tatanan ruang pemukiman yang padat namun dapat tersusun dengan rapi





















Pengertian kesesakan

Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Perbedaan. pengertian antara crowding (kesesakan) dengan density (kepadatan) sebagaimana yang telah dibahas di bab terdahulu tidaklah jelas benar, bahkan kadang-kadang keduanya memiliki
pengertian yang 'sama dalam merefleksikan pemikiran secara fisik dari sejumlah manusia dalam suatu kesatuan ruang. MenurutAltman(1975),HeimstradanMcFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiJiki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkankesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan. Kepadatan yang tinggi dapat mengakibatkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).
 
proses kepadatan dapat dirasakan sebagai
kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor:
a. karakteristik seting fisik
b. karakteristik seting sosial
c. karakteristik personal
d. kemampuan beradaptasi
Teori-teori kesesakan

1. Teori Beban Stimulus. Pendapat teori ini mendasarkan diri pada pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk bila stimulus yang diterima individu melebihi kapasitas kognitifnya sehingga timbul kegagalan memproses stimulus atau informasi dari Iingkungan. Schmidt dan Keating (1979) mengatakan bahwa stimulus di sini dapat berasal dari kehadiran banyak orang
beserta aspek-aspek interaksinya, maupun kondisi-kondisi fisik dari lingkungan sekitar yang menyebabkan bertambahnya kepadatan sosial. Berlebihnya informasi dapat terjadi karena
beberapa faktor, seperti :
(a) kondisi lingkungall fisik yang tidak menyenangkan
(b) jarak antar individu (daIam arti fisik) yang terIalu dekat
(c) suatu percakapan yang tidak dikehendaki
(d) terlalu banyak mitra interaksi
(e) interaksi yang terjadi dirasa terlalu daIam atau terlalu lama

2. Teori Ekologi. Micklin (dalam Holahan, 1982) mengemukakan sifat-sifat umum model ekologi pada manusia. Pertama, teori ekologi perilaku memfokuskan pada hubungan timbal balik antara orang dengan lingkungannya. Kedua, unit analisisnya adalah kelompok sosial dan bukan individu, dan organisasi sosial memegang peranan sangat penting. Ketiga, menekankan pada distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial.

Analisis terhadap kesesakan meliputi :

1) Maintenance Minimum, yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung. Agar pembicaraan menjadi lebih jelas, akan digunakan kasus pada sebuah rumah sebagai contoh suatu seting. Dalam hal ini, yang dinamakan maintenance setting adalah jumlah penghuni rumah minimum agar suatu ruang tidur ukuran 4 x 3 meter bisa dipakai oleh anak-anak supaya tidak terlalu sesak dan tidak terlalu longgar.
2) Capacity, adalah jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh seting tersebut (jumlah orang maksimum yang dapat duduk di ruang tamu bila sedang dilaksanakan hajatan).
3) Applicant, adalah jumlah penghuni yang mengambil bagian· dalam suatu seting. Applicant dalam seting rumah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
- Performer, yaitu jumlah orang yang memegang peran utama, dalam hal ini suami dan isteri.
- Non-performer, yaitu jumlah orang yang terlib~t datam peran-peran sekunder, dalam hal ini anak-anak atau orang lain dalam keluarga.

3. Teori Kendala Perilaku. Menurut teori ini, suatu situasi akan dianggap sesak bila kepadatan atau kondisi lain yang berhubungan dengannya membatasi aktivitas individu dalam suatu
tempat. Pendekatan ini didasari oleh teori reaktansi psikologis (psychological reactance) dari Brehm (dalam Schmidt dan Keating, 1979) yang menekankan kebebasan memilih sebagai faktor pendorong penting dalam persepsi dan perilaku manusia. Ia mengatakan bahwa bila kebebasan itu terhambat, maka individu akan mengadakan suatu reaksi dengan berusaha menemukan kebebasan yang hilang tadi, yang digunakan untuk mencapai tujuannya. Menurut teori ini, bila timbul gangguan terhadap kebebasan berperilaku, maka orang akan cenderung untuk membentuk semacam sikap penolakan psikologis. Hal tersebut berhubungan dengan campur tangan sosial atau hambatan-hambatan terhadap perilaku yang berupa aktivitas-aktivitas dari orang orang di Iingkungan sekitar. Individu akan mengatasi situasi tersebut secara kognisi maupun tercetus dalam bentuk perilaku, misalnya dengan mencari Iingkungan baru atau hanya sekedar memanipulasi Iingkungan yang lama.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan
 
Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu: personal, sosial, dan fisik, yang
akan dibahas satu persatu.

Faktor Personal.
Faktor personal terdiri dari kontrol pribadi dan locus of control; budaya,
pengalaman, dan proses adaptasi; serta jenis kelamin dan usia.
a). Kontrol pribadi dan locus of control
Seligman dan kawan-kawan (dalam Worchel dan Cooper, 1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai kontrol terhadap lingkungan di stkitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran kontrol pribadi di dalarnnya.
b). Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Suatu penelitian yang dilaku1can oleh Nasar dan Min (dalam Gifford, 1987), yang meneoba membandingkan kesesakan yang dialami oll?h orang Asia dan orang Mediterania yang tinggal di asrama yang sarna di Amerika Utara, menemukan adanya perbedaan persepsi terhadap kesesakan pad a individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, dimana orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang Asia.
c). Jenis Kelamin dan usia
PeneIitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada pria pengalaman akan kesesakan ini lebih terlihat dibanding wanita karena lebih menunjukkan sikap-sikap reaktif terhadap kondisi tersebut. Sikap reaktif itu tercemin dalam sikap yang lebih agresif, kompetitif dan negatif dalam berinteraksi dengan orang lain Sementam itu Dabbs (1977) mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin tidaklah berpengaruh terhadap kesesakan, melainkan lebih dipengaruhi oleh jenis kelamin mitra yang dihadapi.
Menurut Loo (dalam Gove dan Hughes, 1983) dan Holahan (1982) gejala reaktif
terhadap kesesakan juga lebih terlihat pada individu yang usianya tebih muda dibanding yang lebih tua.

Faktor Sosial.


Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat mengalami lebih
banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki, tctapi di lain pihak pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah :
a). Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain. Schiffenbauer (dalam Gifford, 1987) melaporkan bahwa penghuni asrama akan merasa lebih sesak bila terlalu ban yak menerima kunjungan orang lain. Penghuni yang menerima kunjungan lebih banyak juga merasa lebih tidak puas dengan ruangan, ternan sekamar, dan proses belajar mereka.
b). Formasi koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan sosial akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan ternan sekamar (dari satu menjadi dua orang ternan) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negatif. Keadaan negatif yang muncul berupa stres, perasaan tidak enak, dan kehilangan kontrol, yang disebabkan karen a terbentuknya koalisi di satu pihak dan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford, 1987).
c). Kualitas hubungan
Kesesakan menu rut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sarna dengan dirinya merasakurang men gal ami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d). Informasi yang tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelum dan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi ten tang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford, 1987).

Faktor Fisik.
Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan di dalam rumah
berhubungan dengan faktor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah (perbandingan jumlah penghuni dan luas ruangan yang tersedia) dan suasana sekitar rumah.

Faktor situasional tersebut antara lain:
a). Besamya skala lingkungan
Dalam suatu seting ada tanda-tanda fisik dan psikologis. Tanda-tanda fisik adalah kepadatan, kawasan industri, taman, jalan-jalan, dan lain-lain. Adapun tanda-tanda psikologis seperti sikap terhadap kaum urban, privasi, dan perbandingan dengan kota-kota lain. Perasaan sesak yang teijadi pada skala kecil (tempat tinggal) sebaiknya diprediksikan dengan faktor-faktorfisik dan psikologis, tetapi bila terjadi pada skala yang lebih besar akan lebih baik bila diprediksikan hanya dengan faktor psikologis. Kesimpulan tersebut diambil dari hasil penelitian mengenai pengukuran pengaruh fisik dan psikologis terhadap kesesakan. Kesesakan dipengaruhi oleh skala geografis yang digunakan untuk melihat situasi itu dan perbedaan faktor-faktor pada masing-masing skala yang menyebabkan individu menyimpulkan bahwa dirinya merasa sesak.
b). Variasi arsitektural
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Baum dan Valins (1977) ditemukan bahwa desain koridor yang panjang akan menimbulkan perilaku kompetitif, penarikan diri, rendahnya perilaku kooperatif, dan rendahnya kemampuan untuk mengontrol interaksi. McCartey dan Saegert (dalam Gifford, 1987) menemukan bahwa bila dibandingkan dengan bangunan horisontal, kehidupan di bangunan vertikal dapat menyebabkan perasaan sesak yang lebih besar dan menimbulkan sikap-sikap-negatif seperti kurangnya kemampuan untuk mengontrol, rendahnya rasa aman, merasakesulitan dalam mencapai privasi, rendahnya kepuasan terhadap bangunan yang ada, dan hubungan yang tidak erat di antara sesama penghuni.